1. HUKUM ISLAM
A. Pengertian Hukum
Islam
Hukum adalah
seperangkat norma atau peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku manusia,
baik norma atau peraturan itu berupa kenyataan yang tumbuh dan berkembang dalam
masyarkat maupun peraturana atau norma yang dibuat dengan cara tertentu dan
ditegakkan oleh penguasa. Bentuknya bisa berupa hukum yang tidak tertulis,
seperti hukum adat, bisa juga berupa hukum tertulis dalam peraturan
perundangan-undangan. Hukum sengaja dibuat oleh manusia untuk mengatur hubungan
manusia dengan manusia lain dan harta benda.
Sedangkan hukum Islam
adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama Islam. Konsepsi hukum
islam, dasar, dan kerangka hukumnya ditetapkan oleh Allah. Hukum tersebut tidak
hanya mengatur hubungan manusia dengan manusia dan benda dalam masyarakat,
tetapi juga hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dengan manusia
dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lain dalam masyarakat,
dan hubungan manusia dengan benda alam sekitarnya.
B. Ruang Lingkup Hukum
Islam
Hukum islam baik dalam
pengertian syaariatr maupun fikih di bagi menjadi dua bagian besar, yaitu:
1. Ibadah (mahdhah)
Adalah tata cara dan
upacara yang wajib dilakukan oleh seoraang muslim dalam menjalankan hubingan
kepada Allah, seperti shalat, membayar zakat, menjalankan ibadah haji. Tata
caara dan upacara ini tetap, tidak ditambah-tambah maupun dikurangi.
Ketentuannya telah di atur dengan pasti oleh Allah dan dijelaskan oleh
RasulNya. Dengan demikian tidak mungkin ada proses yang membawa perubahan dan
perombakan secaara asasi mengenai hukum, susunan dan tata cara beribadat. Yang
mungkin berubah hanyalah penggunaan aalat-alat modern dalam pelaksanaannya.
2. Muamalah (ghairu
mahdhah)
Adalah ketetapan Allah
yang berhubungan dengan kehidupan sosial manusia walaupun ketetapan tersebut
terbatas pada pokok-pokok saja. Karena itu sifatnya terbuka untuk dikembangkan
melalui ijtihad manusia yang memenuhi syarat melakukan usaha itu.
Bagian - Bagian Hukum
Islam
a) Munakahat
Hukum yang mengatur
sesuatau yang berhubunngan dengan perkawinan, perceraian dan akibat-akibatnya.
b) Wirasah
Hukum yang mengatur
segala masalah yang berhubungan dengan pewaris, ahli waris, harta warisan daan
cara pembagian waarisan.
c) Muamalat
Hukum yang mengatur
masalah kebendaan daan hak-hak atas benda, tata hubungan manusia dalam
persoalan jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perserikatan dan lain-lain.
d) Jinayat
Hukum yang mengatur
tentang perbuatan-perbuatan yang diancam dengan hukuman baik dalam jarimah
hudud atau tindak pidana yang telah ditentukan bentuk dan batas hukumnya dalam
al quran daan sunah nabi maupun dalam jarimah ta’zir atau perbuatan yang bentuk
dan batas hukumnya ditentukan oleh penguasa sebagai pelajaran bagi pelakunya.
e) Al-ahkam
as-sulthaniyah
Hukum yang mengatur
soal-soal yang berhubungan dengan kepala negara, pemerintahan pusat maupun
daerah, tentara, pajak daan sebagainya.
f) Siyar
Hukum yang mengatur
urusan perang dan damai, tata hubungan dengan pemeluk agama dan negara lain
g) Mukhassamat
Hukum yang mengatur
tentang peradilan, kehakiman, dan hukum acara
Sistematika hukum
islam daapat dikemukakan sebagai berikut:
1. Al-ahkam
asy-syakhsiyah (hukum peronrangan
2. Al-ahkam
al-maadaniyah (hukum kebendaan)
3. Al-ahkam
al-murafaat (hukum acara perdata, pidana, dan peradilan tata usaha)
4. Al ahkam
al-dusturiyah (hukum tata negara)
5. Al-ahkam
ad-dauliyah (hukum internasional)
6. Al-ahkam
al-iqtishadiyah wa-almaliyah (hukum ekonomi dan keuangan)
C. Tujuan Hukum Islam
Tujuan hukum islam
secara umum adalah Dar-ul mafaasidiwajalbul mashaalihi (mencegah terjadinya
kerusakan dan mendatangkan kemaslahatan). Abu Ishaq As-Sathibi merumuskan lima
tujuan hukum islam:
1. Memelihara agama
Agama adalah sesuatu
yang harus dimilki oleh setiap manusia oleh martabatnyadapat terangkat lebih
tinggi dan martabat makhluk lain danmemenuhi hajat jiwanya. Agama islam memberi
perlindungan kepada pemeluk agam lain untuk menjalankan agama sesuai dengan
keyakinannya.
2. Memelihara jiwa
Menurut hukum islam
jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib memelihara hak manusia untuk hidup dan
mempertahankan kehidupannya. Islam melarang pembunuhan sebagai penghilangan
jiwa manusia dan melindungi berbagai sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk
mempertahankan kemaslahatannya hidupnya (Qs.6:51,17:33)
3. Memelihara akal
Islam mewajibkan
seseorang untuk memlihara akalnya, karena akal mempunyai peranan sangat penting
dalam hidup dan kehidupan manusia. Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum
islam dengan baik dan benar tanpa mempergunakan akal sehat. (QS.5:90)
4. Memelihara
keturunan
Dalam hukum islam
memlihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena itu, meneruskan
keturunan harus melalui perkawinan yang sah menurut ketentuan Yang ada dalam
Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan perzinahaan. (Qs.4:23)
5. Memlihara harta
Menurut ajaran islam
harta merupakan pemberian Allah kepada manusia untuk kelangsungan hidup mereka.
Untuk itu manusia sebagai khalifah di bumi dilindungi haknya untuk memperoleh
harta dengan cara-cara yang halal, sah menurut hukum dan benar menurut aturan
moral. Jadi huku slam ditetapkan oleh Allah untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia itu sendiri, baik yang bersifat primer, sekunder, maupun tersier
(dloruri, haaji, dan tahsini).
D. Sumber Hukum Islam
Di dalam hukum islam
rujukan-rujukan dan dalil telah ditentukan sedemikian rupa oleh syariat, mulai
dari sumber yang pokok maupun yang bersifat alternatif. Sumber tertib hukum
Islam ini secara umumnya dapat dipahami dalam firman Allah dalam QS.
An-nisa: 59:
"Wahai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah RasulNya dan ulil amri di
antara kamu. Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia
pada Allah (al quran) dan Rasul (sunnahnya) jika kamu benar-benar beriman
kapada Allah dan hari akhir. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik (akibatnya)".(QS.
An-nisa: 59)
Dari ayat tersebut,
dapat diperoleh pemahaman bahwa umat islam dalam menjalankan hukum agamanya harus
didasarkan urutan:
1) Selalu menataati
Allah dan mengindahkan seluruh ketentuan yang berlaku dalam alquran.
2) Menaati Rasulullah
dengan memahami seluruh sunnah-sunnahnya
3) Menaati ulil amri
(lembaga yang menguasai urusan umat islam).
4) Mengenbalikan kepada
alquran dan sunah jika terjadi perbedaan dalam menetapkan hukum
Secara lebih teknis
umat islam dalam berhukum harus memperhatikan sumber tertib hukum:
1) Al Quran
2) Sunah atau hadits
Rasul
3) Keputusan penguasa;
khalifah (ekseklutif), ahlul hallli wal‘aqdi (legislatif), amupun qadli
(yudikatif) baik secara individu maupun masing- masing konsensus kolektif
(ijma’)
4) Mencari ketentuan
ataupun sinyalemen yang ada dalam al quran kemmbali jika terjadi kontroversi
dalam memahami ketentuan hukum.
Dengan komposisi itu
pula hukum islam dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis:
1) Dalil Naqli yaitu
Al Quran dan as sunah
2) Dalil Aqli yaitu
pemikiran akal manusia.
E. Kontribusi Umat
Islam Dalam Perumusan Dan Penegakan Hukum Islam
Hukum islam ada dua
sifat, yaitu:
1. Al- tsabat
(stabil), hukum islam sebagai wahyu akan tetap dan tidak berubah sepanjang masa
2. At-tathawwur
(berkembang), hukum islam tidak kaku dalam berbagai kondisi dan situasi sosial.
Dilihat dari sketsa
historis, hukum islam masuk ke indonesia bersama masuknya islam ke Indonesia
pada abad ke 1 hijriyah atau 7/8 masehi. Sedangkan hukum barat baru
diperkenalkan VOC awal abad 17 masehi. Sebalum islam masuk Indonesia, rakyat
Indonesia menganut hukum adat yang bermacam-macam sistemnya dan sangat majemuk
sifatnya. Namun setelah islam datang dan menjadi agama resmi di berbagai
kerajaan nusantara, maka hukum islam pun munjadi hukum resmi kerajaan-kerajaan
tersebut dan tersebar menjadi hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Secara yuridis formal,
keberadaan negara kesatuan Indonesia adalah diawali pada saat proklamasi 17
Agustus 1945. Pada tanggal 18 Agustus 1945 kemudian diakui berlakunya
Undang-Undang Dasar 1945. Pada saat itulah keinginan para pemimpin islam untuk
kembali menjalankan hukum islam bagi umat islam berkobar.
Dalam pembentukan
hukum islam di indonesia, kesadaran berhukum islam untuk pertama kali pada
zaman kemeerdekaan adalah di dalam Piagam Jakarta 22 juni 1945 , yang di dalam
dasar ketuhanan diikuti dengan pernyataan “dengan kewajiban menjalankan
syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tetapi dengan pertimbangan untuk
persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia akhirnya mengalami perubahan pada
tanggal 18 Agustus 1945 yang rumusan sila pertamanya menjadi “ketuhanan
yang maha esa”.
Meskipun demikian,
dalam berbagai macam peraturan perundang-undangan, hukum islam telah
benar-benar memperoleh tempat yang wajar secara kontitusional yuridis.
Dengan demikian
kontribusi umat islam dalam petrumusan dan penegakan hukum sangat besar. Adapun
upaya yang harus dilakukan untuk penegakan hukum dalam praktek bermasyarakat
dan bernegara yaitu melalui proses kultural dan dakwah. Apabila islam telah
menjadikan suatu keebijakan sebagai kultur dalam masyarakat, maka sebagai
konsekuensinyahukum harus ditegakkan. Bila perlu “law inforcement” dalam
penegakkan hukum islam dengan hukum positif yaitu melalui perjuangan legislasi.
Sehingga dalam perjaalananya suatu ketentuan yang wajib menurut islam menjadi
wajib pula menurut perundangan.
F. Fungsi Hukum Islam
Dalam Kehidupan Masyarakat
Manusia adalah makhluk
sosial yang tidak dapat hidup sendiri manusia membutuhkan pertolongan satu sama
lain dan memerlukan organisasi dalam memperoleh kemajuan dan dinamika
kehidupannya. Setiap individu dan kelompok sosial memiliki kepentingan. Namun
demikan kepentingan itu tidak selalu sama satu saama lain, bahkan mungkin
bertentangan. Hal itu mengandung potensi terjanya benturan daan konflik. Maka
hal itu membutuhkan aturan main. Agar kepentingan individu dapat dicapai secara
adil, maka dibutuhkan penegakan aturan main tersebut. Aturan main itulah yang
kemudian disebut dengan hukum islam yang dan menjadi pedoman setiap pemeluknya.
Dalam hal ini hukum
islam memiliki tiga orientasi, yaitu:
a. Mendidik indiividu
(tahdzib al-fardi) untuk selalu menjadi sumber kebaikan,
b. Menegakkan keadilan
(iqamat al-‘adl),
c. Merealisasikan
kemashlahatan (al-mashlahah).
Oreintasi tersebut
tidak hanya bermanfaat bagi manusia dalam jangka pendek dalam kehidupan duniawi
tetapi juga harus menjamin kebahagiaan kehidupan di akherat yang kekal abadi,
baik yang berupa hukum-hukum untuk menggapai kebaikan dan kesempurnaan
hidup (jalbu al manafi’), maupun pencegahan kejahatan dan kerusakan
dalam kehidupan (dar’u al-mafasid). Begitu juga yang berkaitan dengan
kepentingan hubungan antara Allah dengan makhluknya maupun kepentingan
orientasi hukum itu sendiri.
Sedangkan fungsi hukum
islam dirumuskan dalam empat fungsi, yaitu:
1) Fungsi ibadah
Dalam adz-Dzariyat:
56, Allah berfirman: "Dan tidak aku ciptakan jin dan manusia
melainkan untuk beribadah kepadaKu". Maka dengan daalil ini
fungsi ibadah tampak palilng menonjol dibandingkan dengan fungsi lainnya.
2) Fungsi amr makruf
naahi munkar (perintah kebaikan dan peencegahan kemungkaran).
Maka setiap hukum
islam bahkan ritual dan spiritual pun berorientasi membentuk mannusia yang yang
dapat menjadi teladan kebaikan dan pencegah kemungkaran.
3) Fungsi zawajir
(penjeraan)
Adanya sanksi dalam
hukum islam yang bukan hanya sanksi hukuman dunia, tetapi juga dengan ancaman
siksa akhirat dimaksudkan agar manusia dapat jera dan takut melakukan
kejahatan.
4) Fungsi tandzim wa
ishlah al-ummah (organisasi dan rehabilitasi masyarakat)
Ketentuan hukum sanksi
tersebut bukan sekedar sebagai batas ancaman dan untuk menakut-nakuti
masyarakat saja, akan tetapi juga untuk rehaabilitasi dan pengorganisasian umat
mrnjadi leboh baik. Dalam literatur ilmu hukum hal ini dikenal dengan istilah
fungsi enginering social.
Keempat fungsi hukum
tersebut tidak dapat dipilah-pilah begitu saja untuk bidang hukum tertentu
tetapi satu dengan yang lain juga saling terkait.
2. HAK ASASI MANUSIA
MENURUT ISLAM
A. Pengertian Hak
Asasi Manusia
Hak Asasi Manusia
adalah hak dasar atau hak pokok yang melekat pada diri manusia semenjak ia
berada dalam kandungan sampai meninggal dunia yang harus mendapat perlindungan.
Istilah HAM menurut Tolchach Mansoer mulai populer sejak lahirnya Declaration
of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948. Walaupun ide HAM sudah timbul
pada abad ke 17 dan ke 18 sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan
kaum feodal di zaman itu. Ide hak asasi manusia juga terdapat dalam Islam. Hal
ini dapat dilihat dalam ajaran tauhid. Ada perbedaan prinsip antara hak-hak
asasi manusia dilihat dari sudut pandangan Barat dan Islam.
Hak asasi manusia
menurut pemikiran Barat semata-mata bersifat antroposentris artinya segala
sesuatu berpusat kepada manusia. Dengan demikian manusia sangat dipentingkan.
Sedangkan dalam Islam hak-hak asasi manusia bersifat teosentris artinya segala
sesuatu berpusat pada Tuhan. Dengan demikian Tuhan sangat dipentingkan. Dalam
hubungan ini A.K Brohi menyatakan: “Berbeda dengan pendekatan Barat”, strategi
Islam sangat mementingkan penghargaan kepada hak-hak asasi dan kemerdekaan
dasar manusia sebagai sebuah aspek kualitas dari kesadaran keagamaan yang
terpatri di dalam hati, pikiran dan jiwa penganut-penganutnya. Perspekitf Islam
sungguh-sungguh bersifat teosentris.
Pemikiran barat
menempatkan manusia pada posisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur segala
sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi tolok
ukur sesuatu, sedangkan manusia adalah ciptaan Allah untuk mengabdi kepada-Nya.
Oleh karena itu dalam
Islam hak-hak asasi manusia tidak hanya menekankan kepada hak-hak manusia saja,
tetapi hak-hak itu dilandasi oleh kewajiban asasi untuk mengabdi hanya kepada
Allah sebagai penciptanya. Aspek khas dalam konsep HAM Islami adalah tidak
adanya orang lain yang dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak jika pelanggaran
itu terjadi atas seseorang yang harus dipenuhi haknya. Bahkan suatu negara
Islam pun tidak dapat mema’afkan pelanggaran hak-hak yang dimiliki seseorang.
Negara harus terikat memberikan hukuman kepada pelanggar HAM dan memberikan
bantuan kepada pihak yang dilanggar HAM nya, kecuali pihak yang dilanggar HAM
nya telah mema’afkan pelanggar HAM tersebut.
Prinsip-prinsip HAM
yang tercantum dalam Universal Declaration of Human Rights diungkap
dalam berbagai ayat antara lain :
1. Martabat manusia
Dalam Al Qur’an
disebutkan bahwa manusia mempunyai kedudukan atau martabat yang tinggi.
Kemulian martabat yang dimiliki manusia itu sama sekali tidak ada pada makhluk
lain. Martabat yang tinggi yang dianugerahkan Allah kepada manusia, pada
hakekatnya merupakan fitrah yang tidak dapat dipisahkan dari diri manusia.
Q.S Al Isra’ (17) ayat
70. Artinya : “
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di
daratan dan di lautan…”
Q.S Al Maidah (5) ayat
32. Artinya : “
…Barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya…”
Mengenai martabat
manusia ini telah digariskan dalam Universal declaration of Human Rights dalam
Pasal 1 dan Pasal 3.
Pasal 1 menyebutkan, ”...Semua makhluk manusia dilahirkan
merdeka dan mempunyai hak-hak serta maratabat yang sama …”
Pasal 3 menyebutkan, “...Setiap orang berhak untuk hidup,
berhak akan kemerdekaan dan jaminan pribadi...”
2. Persamaan
Pada dasarnya semua
manusia sama, karena semuanya adalah hamba Allah. Hanya satu ukuran yang dapat
membuat seseorang lebih tinggi derajatnya dari yang lain, yakni ketaqwaannya.
Q.S Al Hujurat (49)
ayat 13. Artinya :
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari jenis laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya
kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah
ialah orang yang paling bertaqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Mengenal.”
Prinsip persamaan ini
dalam Universal Declaration of Human Rights terdapat dalam Pasal 6 dan Pasal 7.
Pasal 6 menyebutkan, “...Setiap orang berhak mendapat
pengakuan di mana saja sebagai seorang pribadi di muka hukum...”
Pasal 7 menyebutkan, “...Semua orang sama di muka hukum
dan berhak atas perlindungan yang sama di muka hukum tanpa perbedaan…”
3. Kebebasan
menyatakan pendapat
Al Qur’an
memerintahkan kepada manusia agar berani menggunakan akal pikiran mereka terutama
untuk menyatakan pendapat mereka yang benar. Perintah ini secara khusus
ditujukan kepada manusia yang beriman agar berani menyatakan kebenaran. Agama
Islam sangat menghargai akal pikiran. Oleh karena itu, setiap manusia sesuai
dengan martabat dan fitrahnya sebagai makhluk yang berfikir mempunyai hak untuk
menyatakan pendapatnya dengan bebas, asal tidak bertentangan dengan
prinsip-prinsip Islam dan dapat dipertanggungjawabkan.
Q.S Ali Imran (3) ayat
110. Artinya :
“...Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar…”
Hak untuk menyatakan
pendapat dengan bebas dinyatakan dalam Universal Declaration of Human Rights
Pasal 19 “...Semua orang berhak atas kemerdekaan mempunyai dan melahirkan
pendapat…”
4. Kebebasan beragama
Prinsip kebebasan
beragama ini dengan jelas disebutkan dalam Al Qur’an surat
Al-Baqarah (2) ayat 256. Artinya : “Tidak ada paksaan untuk
memasuki agama Islam…” Dan Q.S Al Kafirun (109) ayat 6. Artinya
: “Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku.”
Dari ayat-ayat
tersebut dapat dipahami bahwa agama Islam sangat menjunjung tinggi kebebasan
beragama. Hal ini sejalan dengan Pasal 18 dari Universal Declaration of Human
Rights, yang menyatakan “...Setiap orang mempunyai hak untuk merdeka
berfikir, berperasaan, dan beragama …”
5. Hak jaminan sosial
Di dalam Al Qur’an
banyak dijumpai ayat-ayat yang menjamin tingkat dan kualitas hidup bagi seluruh
masyarakat. Ajaran tersebut antara lain adalah kehidupan fakir miskin harus diperhatikan
oleh masyarakat, terutama oleh mereka yang punya. Kekayaan tidak boleh
dinikmati dan hanya berputar di antara orang-orang yang kaya saja. Seperti
dinyatakan Allah dalam Al Qur’an surat Az-Zariyat (51) ayat 19. Artinya:
“Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang
miskin yang tidak meminta.”
Q.S Al Ma’arij (70)
ayat 24. Artinya : “
Dan orang-orang yang dalam hartanya tersedia bagian tertentu.”
Dalam Al Qur’an juga
disebutkan dengan jelas perintah bagi umat Islam untuk menunaikan zakat. Tujuan
zakat antara lain adalah untuk melenyapkan kemiskinan dan menciptakan
pemerataan pendapatan bagi segenap anggota masyarakat. Apabila jaminan sosial
yang ada dalam Al Qur’an diperhatikan dengan jelas sesuai dengan Pasal 22 dari
Universal Declaration of Human Rights, yang menyebutkan “Sebagai
anggota masyarakat, setiap orang mempunyai hak atas jaminan sosial…”
6. Hak atas harta
benda
Dalam hukum Islam hak
milik seseorang sangat dijunjung tinggi. Sesuai dengan harkat dan martabat,
jaminan dan perlindungan terhadap milik seseorang merupakan kewajiban penguasa.
Oleh karena itu, siapapun juga bahkan penguasa sekalipun, tidak diperbolehkan
merampas hak milik orang lain, kecuali untuk kepentingan umum, menurut tatacara
yang telah ditentukan lebih dahulu. Allah telah memberikan sanksi yang berat
terhadap mereka yang telah merampas hak orang lain, sebagaimana dinyatakan
dalam surat Al-Maidah (5) ayat 38. Artinya :
“Laki-laki yang mecuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya
sebagai pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah
…”
Hal ini sesuai dengan
Pasal 17 dari Universal Declaration of Human Rights menyebutkan:
Ayat (1) Setiap orang
berhak mempunyai hak milik, baik sendiri maupun bersama orang lain.
Ayat (2) Tidak
seorangpun hak miliknya boleh dirampas dengan sewenang-wenang.
B. Hak-Hak Asasi
Manusia Menurut Pandangan Islam dan Barat
Manusia sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati dianugerahi hak dasar yang disebut
hak asasi. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat mengembangkan diri pribadi,
peranan dan sumbangsinya bagi kesejahteraan hidup manusia. Hak Asasi Manusia
(HAM) sebagai suatu hak dasar yang melekat pada diri setiap manusia.
Dilihat dari
sejarahnya, umumnya para pakar di Eropa berpendapat bahwa lahirnya HAM dimulai
dengan lahirnya Magna Charta pada tahun 1215 di Inggris yang mencanangkan bahwa
raja yang tadinya memiliki kekuasaan absolut, menjadi dibatasi kekuasannya dan
mulai dapat dimintai pertanggung jawabannya di muka hukum. Selanjutnya diikuti
dengan lahirnya Bill of Right di Inggris tahun 1689 dengan adigium bahwa
manusia sama di muka hukum. Perkembangan HAM selanjutnya ditandai
munculnya The American Declaration of Independence, The French
Declaration tahun 1789 dan terakhir lahirnya rumusan HAM yang bersifat
universal yang dikenal dengan The Universal Declaration Of Human Rights tahun
1948 disahkan langsung oleh PBB.
Ada perbedaan prinsip
antara hak-hak asasi manusia dilihat dari sudut pandangan barat dan Islam. Hak
Asasi Manusia menurut pemikiran barat semata-mata bersifat antroposentris,
artinya segala sesuatu berpusat kepada manusia, sehingga manusia sangat
dipentingkan. Sedangkan ditilik dari sudut pandang Islam berisfat teosentris,
artinya, segala sesuatu berpusat kepada Tuhan, sehingga Tuhan sangat
dipentingkan.
Pemikiran Barat
menempatkan manusia pada psosisi bahwa manusialah yang menjadi tolok ukur
segala sesuatu, maka di dalam Islam melalui firman-Nya, Allahlah yang menjadi
tolok ukur segala sesuatu, sedangkan manusia letak perbedaan yang fundamental
antara hak-hak asasi menurut pola pemikiran Barat dengan hak-hak asasi menurut
pola ajaran Islam.
Dalam konsep Islam
seseorang hanya mempunyai kewajiban-kewajiban atau tugas-tugas kepada Allah,
karena ia harus mematuhi hukum-Nya. Namun secara paradoks, di dalam tugas-tugas
inilah terletak semua hak dan kemerdekaannya. Manusia diciptakan oleh Allah
hanya untuk mengabdi kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam Al-Qur’an surat
Al-Zariyat ayat 56, artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan
manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
Dari ketentuan ayat di
atas, menunjukan manusia mempunyai kewajiban mengikuti ketentuan-ketentuan yang
ditetapkan oleh Allah. Kewajiban yang diperintahkan kepada umat manusia dibagi
dalam 2 kategori, yaitu:
1) huququllah (hak-hak
Allah) yaitu
kewajiban-kewajiban manusia terhadap Allah yang diwujudkan dalam sebuah ritual
ibadah
2) huququl’ibad
(hak-hak manusia) merupakan
kewajiban-kewaajiban manusia terhadap sesamanya dan terhadap makhluk-mahkluk
Allah lainnya.
Hak Asasi Manusia
dijamin oleh agama Islam bagi manusia dikalsifikasikan kedalam dua kategori
yaitu :
1) HAM dasar yang
telah diletakkan oleh Islam bagi seseorang sebagai manusia;
2) HAM yang
dianugerahkan oleh Islam bagi kelompok masyarakat yang berbeda dalam situasi
tertentu. Status, posisi, dan lain-lain yang mereka miliki. Hak-hak khusus bagi
non muslim, kaum wanita, buruh/pekerja, anak-anak, dan lainnya seperti hak
hidup, hak-hak milik, perlindungan kehormatan, keamanan, kesucian kehidupan
pribadi dan sebagainya.
The Universal
Declaration Of Human Rights di dunia mengikat semua bangsa, untuk menghargai
Hak Asasi Manusia, meski faktanya dunia barat cukup banyak melanggarnya. Dengan
demikian para ahli hukum Islam mengemukakan “Universal Islamic
Declaration Human Right”, yang diangkat dari al-qur’an dan sunnah Islam
terdiri XXIII Bab dan 63 pasal yang meilputi seluruh aspek hidup dan kehidupan
manusia antara lain :
(1) hak hidup
(2) hak untuk
mendapatkan kebebasan
(3) hak atas persamaan
kedudukan
(4) hak untuk
mendapatkan keadilan
(5) hak untuk
mendapatkan perlindungan terhadap penyalahgunaan kekuasaan
(6) hak untuk
mendapatkaan perlindungan dari penyiksaan
(7) hak untuk
mendapatkan perlindungan atas kehormatan nama baik
(8) hak untuk bebas
berpikir dan berbicara
(9) hak untuk bebas
memilih agama
(10) hak untuk bebas
berkumpul dan berorganisasi
(11) hak untuk
mengatur tata kehidupan ekonomi
(12) hak atas jaminan
sosial
(13) hak untuk bebas
mempunyai keluarga dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya
(14) hak-hak bagi
wanita dalam kehidupan rumah tangga
(15) hak untuk
mendapatkan pendidikan dan sebagainya.
3. DEMOKRASI DALAM
ISLAM
Demokrasi berasal dari
bahasa Yunani, Demos berarti rakyat, dan kratein bermakna kekuasaan. Karena
kekuasaan itu ada di rakyat, maka rakyatlah yang berdaulat, oleh karena itu
demokrasi diartikan dengan kedaulatan rakyat.
Kedaulatan mutlak dan
Ke-Esaan Tuhan yang terkandung dalam konsep tauhid dan peranan manusia yang
terkandung dalam konsep khilafah memberikan kerangka yang dengannya para
cendekiawan belakangan ini mengembangkan teori politik tertentu yang dapat
dianggap demokratis. Di dalamnya tercakup definisi khusus dan pengakuan
terhadap kadaulatan rakyat, tekanan pada kesamaan derajat manusia, dan
kewajiban rakyat sebagai pengemban pemerintah.
Penjelasan mengenai
demokrasi dalam kerangka konseptual Islam, banyak memberikan perhatian pada
beberapa aspek khusus dari ranah social dan politik. Demokrasi Islam dianggap
sebagai sistem yang mengukuhkan konsep-konsep Islami yang sudah lama berurat
berakar yaitu:
1. Musyawarah (syura)
Perlunya musyawarah
merupakan konsekuensi politik kekhalifahan manusia. Oleh karena itu perwakilan
rakyat dalam sebuah negara Islam tercermin terutama dalam doktrin musyawarah.
Hal ini disebabkan menurut ajaran Islam, setiap muslim yang dewasa dan berakal
sehat, baik pria mauoun wanita adalah khalifah Allah di bumi. Dalam bidang
politik, umat Islam mendelegasikan kekuasaan mereka kepada penguasa dan
pendapat mereka harus diperhatikan dalam menangani masalah negara. Kemestian
bermusyawarah dalam menyelesaikan masalah-masalah ijtihadiyyah, dalam surat
Al-syura ayat 3 :
“Dan orang-orang yang
menerima seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedang urusan mereka (diputuskan)
dengan musyawarat antara mereka; dan mereka menafkahkan sebagian dari rezki
yang Kami berikan kepada mereka”.(QS Asy-Syura : 38).
2. Persetujuan (ijma)
Ijma atau konsensus
telah lama diterima sebagai konsep pengesahan resmi dalam hukum Islam. Konsensus
memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan hukum Islam dan memberikan
sumbangan pemikiran sangat besar pada korpus hukum atau tafsir hukum.
Konsensus dan
musyawarah sering dipandang sebagai landasan yang efektif bagi demokrasi Islam modern.
Konsep konsensus memberikan dasar bagi penerimaan sistem yang mengakui suara
mayoritas. Atas dasar inilah konsensus dapat menjadi legitimasi sekaligus
prosedur dalam suatu demokrasi Islam.
3. Penilaian
interpretative yang mandiri (itjihad)
Upaya ini merupakan
langkah kunci menuju penerapan perintah Tuhan di suatu tempat atau waktu. Tuhan
hanya mewahyukan prinsip-prinsip utama dan memberi manusia kebebasan untuk
menerapkan prinsip-prinsip tersebut dengan arah yang sesuai dengan semangat dan
keadaan zamannya. Itjihad dapat berbentuk seruan untuk melakukan pembaharuan,
karena prinsip-prinsip Islam itu bersifat dinamis, pendekatan kitalah yang
telah menjadi statis. Oleh karena itu sudah selayaknya dilakukan pemikiran
ulang yang mendasar untuk membuka jalan bagi munculnya eksplorasi, inovasi dan
kreativitas.
Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa musyawarah, konsensus dan itjihad merupakan konsep-konsep yang
sangat penting bagi artikulasi demokrasi Islam dalam kerangka Keesaan Tuhan dan
kewajiban-kewajiban manusia sebagai khalifah-Nya. Sehingga antara hukum, Hak
Asasi Manusia dan demokrasi merupakan tiga konsep yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini disebabkan
karena salah satu syarat utama terwujudnya demokrasi adalah adanya penegakan
hukum dan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM). Demokrasi akan selalu rapuh
apabila HAM setiap warga masyarakat tidak terpenuhi. Sedangkan pemeunuhan dan
perlindungan HAM akan terwujud apabila hukum ditegakkan, karena Al-Qur’an
sebagai sumber ajaran utama dan pertama agama Islam mengandung ajaran tentang
nilai-nilai dasar yang harus diaplikasikan dalam pengembangan sistem politik
Islam.